Terapi Lintah Ibnu Shina
Senin, 30 Januari 2012 15:10 WIB
Hirudoterapi
Hirudoterapi merupakan terapi penyembuhan penyakit dengan menggunakan pacet/Lintah
sebagai obat untuk tujuan pengobatan, yang diperkenalkan Avicenna dalam
karyanya The Canon of Medicine. Ibnu Sina juga mengenalkan penggunaan
lintah sebagai perawatan untuk penyakit kulit. Terapi Lintah menjadi
salah satu metode yang disukai masyarakat Eropa pada abad pertengahan.
Dalam era lebih maju, pengobatan dengan
lntah diperkenalkan oleh Abd-el-latif pada abad ke-12 M, yang menulis
bahwa lintah dapat digunakan untuk membersihkan jaringan penyakit
setelah operasi pembedahan. Dia melakukannya, walaupun ia mengerti
resiko menggunakan lintah. Ia memberikan saran untuk pasien bahwa lintah
harus dibersihkan sebelum digunakan dan kotoran dan debu “yang melekat
pada lintah harus dihilangkan” sebelum penggunaan.
“Dia selanjutnya menulis bahwa setelah
lintah menghisap darah keluar, garam harus “diteteskan dibagian tubuh
manusia,” jelas Nurdeen Deuraseh, dalam karyanya bertajuk “Ahadith of
the Prophet on Healing in Three Things (al-Shifa’ fi Thalatha): An
Interpretational”, Journal of the International Society for the History
of Islamic Medicine.
Fisioterapi
Fisioterapi metode penyembuhan yang
menitikberatkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat
gerak atau fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan
proses/metode terapi gerak.
Dokter Muslim mengembangkan metode
terapi mulai dengan diet. Jika upaya itu tidak bekerja pada pasien,
dokter akan memberi resep obat dan pengobatan. Namun, jika masih tidak
bekerja, dokter akan melakukan operasi bedah. Fisioterapi ditentukan
oleh dokter Muslim selalu mancakup latihan fisik dan mandi.
Dokter Muslim Arab mengembangkan sistem
diet secara rinci, yang terdiri atas kesadaran defisiensi makanan, dan
gizi yang sesuai merupakan item yang penting dalam perawatan. Ezzat
Abouleish, dalam bukunya Contributions of Islam to Medicine, menjelaskan
bahwa obat-obatan dibagi dalam dua kelompok, yakni obat
tunggal/sederhana dan obat jamak/campuran.
“Mereka mengetahui interaksi antara
obat-obatan, mereka pertama menggunakan obat tunggal, jika gagal,
kemudian obat campuran digunakan yang dibuat dari dua atau lebih
campuran, dan jika metode konservatif gagal, kemudian pembedahan diambil
sebagai langkah terakhir,” jelasnya.
Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: desy susilawati
Reporter: desy susilawati
STMIK AMIKOM
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/30/lylq0b-inilah-9-terapi-warisan-kedokteran-islam-bag3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar